
Asal Usul Suku di Desa Long Metun

Kenyah Lepo’ Bakung
merupakan sub-suku Dayak Kenyah yang hidup di Desa Long Metun. Nama “bakung”
bersasal dari penamaan sebuah sungai yang ada di Malaysia yang bermuara ke
Sungai Beram. Ada juga cerita lain yang menyebutkan bahwa nama “bakung” berasal
dari nama subuah bunga yang mereka temukan pada saat proses migrasi
berlangsung.
Sebelum bermigrasi jarak jauh hingga ke Apau kayan, sebelumnya suku kenyah lepo’ bakung sudah berpindah beberapa kali di sepanjang aliran sungai beram guna membuat ladang maunpun mempertahankan kelompok mereka karena sering terjadi sengketa antar suku dan tradisi ngayau. Dimana kelompok yang merasa kuat akan datang “mengancam”, “saling bunuh” kelompok lain dan begitu sebaliknya. Maka salah satu strategi bertahan hidup dan terhindar dari ancaman tersebut adalah pindah ke tempat yang tidak diketahui dan sulit dijangkau oleh kelompok lain.
Dari aliran sungai beram
ini kelompok kenyah lepo’ bakung bermigrasi kearah selatan dan bermukim cukup
lama di apau da’a, lokasinya di hulu sungai iwan dan sungai pujuangan. Di apau
da’a sendiri bukan hanya di huni oleh sub-suku kenyah lepo’ bakung saja. Mereka
bermukim dengan kelompok sub-suku kenyah yang lain seperti lepo’ maut, lepo’
tau, lepo’ jalan, dsb. Dari apau apau
da’a kelompok suku kenyah bermigrasi semakin dekat ke hulu sungai iwan dan
sungai pujuangan, lebih tepatnya di Lasan Adiu. Kecendrungan konfik antar suku,
ancaman/tekanan hidup, dan jumlah kelompok yang terus makin besar, kenyah lepo’
bakung memilih bermigrasi dengan proses penentuan arah melalui kesepakapan
menebang pohon. Mereka menebang satu pohon besar dengan maksud untuk membagi
menjadi dua kelompok sesuai arah rebah pohon tersebut. Dimana dalam
perjanjiannya kelompok yang pindah ke arah pucuk/ujung kayu rebah ke Telang
Usan Serawak Malaysia. Kemudian kelompok yang pindah kearah “pokok”/ tunggul
pohon adalah mereka yang ke sungai iwan dan daerah sekitarnya. Dan kemudian
kelompok yang pindah ke arah sungai iwan
ini menyebar lagi dalam bentuk kelompok kecil salah satunya yang saat ini
bermukim di Long Metun dan sebagian pindah ke arah Sungai Pujungan tepatnya di
Desa Sungai Lurah.
Pada tahun 1983 mayoritas masyarakat desa yang ada di apau kayan termasuk desa long metun bermigrasi mendekat ke wilayah pesisir. Pada umumnya berpindah menuju Tanjung Selor, yang saat ini menjadi ibukota Provinsi Kalimantan Utara. Pecahan masyakat yang berpindah ini sekarang bermukim di Desa Metun Sajau, Tanjung Selor. Hingga saat ini selasi masyakat Long Metun dengan Metun Sajau masih terjaga karena secara umum masih memliki hubungan kekeluargaan. Perpindahan ini menyisakan sedikit masyarakat yang bertahan di desa Long Metun saat ini.
Sebagai masyarakat homogen, berasal
dari satu sub-suku Dayak kenyah bakung, masyarakat desa Long Metun secara
keseluruhan memiliki silsilah kekerabatan yang dekat. Budaya gotong royong
mengendap kuat dalam praktik kehidupan masyarakat Desa Long Metun. Walaupun
secara kepercayaan masyakat telah menganut kepercayaan agama Kristen, namun
kepercayaan terhadal hal-hal yang bersifat goib masih melekat. Hal ini
tercermin dalam praktik-praktik berkaitan dengan alam dan kematian. Masyarakat
sebisa mungkin tidak aktif mengakses wilayah yang secara regenerasi dipercayai
sebagai bekas kuburan. Begitu juga dengan kematian, sebisa mungkin ritual
penguburan atas mengurus masyak dilakukan secara bergotong royong. Rasa was-was
dalam melalukan praktek penguburan seperti penggutnaan peralatan cangkul atau
transportasi ketinting akan dicuci bersih setelah digunakan dalam proses
penguburan. Ketika itu tidak dilakukan maka dipercayaai akan berdampak pada
kesialan ketika peralatan tersebut kembali digunakan untuk pekerjaan lainnya.
Baca juga:
Survei Spasial PRM-AID Long Metun
Survei Spasial PRM-AID Long Metun